Senin, 23 Maret 2015

Manusia & Kebudayaan

Tugas Softskill - Pertemuan 1

Nama                 : Muhammad Fahreza
NPM                   : 57414194
Kelas                  : 1IA07
Jenis Tulisan       : Cerita Pendek (Cerpen)
Judul Tulisan       : Cinta Atau Budaya?
Tema                 : Manusia & Kebudayaan
Mata Kuliah        : Ilmu Budaya Dasar



“CINTA ATAU BUDAYA?”


(Sumber Gambar : Basil Desain)

Perkenalkan namaku Zaki Setiawan. Tetapi teman-temanku sering memanggilku dengan sebutan “Kentung”. Tidak tahu mengapa teman-temanku memanggilku seperti itu, mungkin karena postur tubuhku yang tergolong cukup besar. Kini aku genap menginjak usia 17 tahun dan sedang duduk dibangku SMA kelas XII. Kata teman-temanku aku ini tampan, tapi teman-temanku malah tidak suka kepadaku karena aku ini termasuk orang yang nakal, cuek, suka usil kepada teman-temanku dan disegani oleh semua orang. Aku dikenal sebagai siswa paling pemalas di sekolah dan aku juga termasuk orang yang selalu melanggar peraturan terutama peraturan yang ada di sekolah.

Suatu ketika suasana di dalam kelas,

“Selamat pagi anak-anak, hari ini kita akan belajar mengenai hakikat budaya.. Silahkan buka buku kalian halaman 24”, tutur Bu Guru dengan semangat untuk mendidik murid-muridnya.

15 menit berlalu, tiba-tiba terdengar suara dari arah pintu dengan kerasnya.. Ternyata Kentung terlambat datang ke sekolah dan langsung masuk ke kelas dengan seenaknya dia tanpa salam terlebih dahulu.

“Zaki...!! Dimana sopan santunmu? Tidak seharusnya kamu seperti itu saat sedang ada guru yang mengajar. Sudah terlambat, tidak minta maaf pula..”, ucap Bu Guru dengan nada kesal.
“Kali ini kamu harus Ibu hukum!, cepat kesini..!”, kata Bu Guru.
“Tidak mau Bu.. Aku ingin belajar, bukan dihukum”, ucap Kentung sambil tertawa kecil.
"Ha..Ha..Ha.. Kentung.. Kentung. Abis kesambet apa lo? Kalah Albert Einstein.. Ha..Ha..Ha”, sorak sebagian murid di kelas sambil menyindir Kentung.
"Sudah-sudah.. Kentung, cepat kesini..!! Kamu harus dihukum", sahut Ibu Guru.
"Baiklah kalau itu yang Ibu mau.. Saya siap dihukum.", sahut Kentung dengan nada pasrah.
"Ibu akan memberi hukuman yang mendidik, kamu harus membuat suatu laporan mengenai kebudayaan yang ada di sekitarmu. Ibu hanya memberi waktu 3 hari. Jadi kamu harus bergegas mencarinya", kata Ibu Guru.
"Yahhh... Tapi bu??", lanjut Kentung.
"Tidak ada tapi-tapian! Pokoknya kerjakan tugas yang sudah Ibu berikan. Toh itu juga buat belajar kamu juga kan?" , sahut Ibu Guru dengan nada tegas.
"Baiklah bu..! Akan segera aku kerjakan", tegas Kentung.

Bel pulang sekolah berbunyi, murid-murid beramai-ramai keluar dari sekolah. Tetapi di sudut pohon dekat lapangan, tampak Kentung sedang duduk menyendiri di bawah bangku.

"Tung.. Sedang apa lo di mari??", kata Hendro sambil menepuk pundak Kentung.
"Ane bingung ndro sama hukuman Ibu Guru tadi.. Mau bikin tugas apa.."
"Hmm.. Sepertinya ane punya ide Tung buat lu, coba lu ke desa Anggrek di sebelah utara dari sini. Dengar-dengar nih ya, di sana ada cewek yang pandai bela diri Silat.. Wooh keren kan?? Mungkin lu bisa tanya-tanya ke dia buat ngerjain tugas kebudayaan lu yang tadi di kasih Ibu Romlah", jawab Hendro.
"Ah seriusan lu ndro?", sahut Kentung dengan ekspresi seakan tidak percaya.
"Seriusan gw tung.. Masa ane boong. Coba sekarang lu kesana, mumpung hari belum petang", lanjut Hendro.
"Baiklah sob, makasih banyak ya.. Lu emang teman baik ane. Doain ane semoga ini tugas cepat selesai", jawab Kentung.

Detik demi detik telah berlalu, tiba Kentung di halaman rumah Anggi, perempuan yang pandai bela diri Silat asal Betawi ini.

"Heii..!! Siapa kamu? Kok main masuk-masuk aja ke halaman rumahku? Tidak punya sopan santun ya?", teriak Anggi ke arah Kentung.
"Apa benar kamu cewek yang pandai berbela diri itu ?", jawab Kentung dengan nada penasaran.
"Hehh.. Ditanya kok malah nanya balik? Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu sebelum kamu keluar dan kembali masuk dengan mengucap salam terlebih dahulu", jawab Anggi dengan mimik jutek.

Kemudian Kentung keluar dan kembali masuk dengan mengucapkan salam.

"Assalamu’alaikum.. Apa benar kamu cewek yang pandai berbela diri Silat itu?", tanya Kentung.
"Wa’alaikumsalam.. Tidak kok! Tidak benar! Aku tidak pandai, aku hanya sering giat berlatih aja. Kan bela diri penting juga buat semua orang untuk menjaga dirinya.", jawab Anggi dengan lemah lembut.
"Subhanallah, cantik sekali paras perempuan ini.. Sudah cantik, baik pula akhlaknya.", (Kentung berkata dalam hati yang seakan sedang berbunga-bunga sambil senyam-senyum sendiri).
"Hai.. Apa ada yang salah denganku? Kok kamu malah diam ? Oh iya, kalau boleh tahu siapa namamu? Dan ada keperluan apa kamu ke rumahku?", tanya Anggi.
"Hmmm.. Tidak-tidak, aku diam karena aku senang bisa bertemu denganmu.. Hehe. Oh iya kenalin namaku Zaki. Kamu bisa panggil aku Kentung aja, tapi itu sih terserah kamu mau panggil apa. Kalau namamu siapa? Aku ke sini ingin meminta bantuanmu untuk mengerjakan tugas kebudayaan yang diberikan guruku. Kan kamu suka sekali tuh dengan kebudayaan, terutama seni bela diri yang kamu kuasai itu. Maukah kamu membantuku?", jawab Kentung sekaligus bertanya.
"Namaku Anggi. Oh kamu ke sini ingin belajar, baiklah kalau begitu aku bisa membantumu. Aku juga bisa saling belajar denganmu kan.", jawab Anggi.
"Beneran Nggi? Wah terima kasih banyak yaa.. Kamu baik sekali. Kapan kita bisa mulai belajar?", tanya Kentung dengan senang.
"Sama-sama. Kita belajarnya mulai besok siang aja ya? Sekarang kan hari sudah petang, waktunya beristirahat.", lanjut Anggi.
"Baiklah.. Kalau begitu aku permisi dulu ya Nggi, sampai ketemu besok siang. Assalamu’alaikum..", tambah Kentung sambil ingin beranjak pulang.
"Wa’alaikumsalam ", jawab Anggi.

Waktu menunjukkan pukul 13.00. Kentung kembali lagi ke rumah Anggi untuk memulai belajar dengannya. Perlahan demi perlahan Anggi menjelaskan secara rinci tentang arti kebudayaan.

"Nggi.. Kalau kebudayaan itu dibentuk berdasarkan unsur-unsur apa saja? ", tanya Kentung.
"Menurut C Kluckhohn, budaya itu dibentuk berdasarkan unsur : Peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian hidup, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan dan agama", jawab Anggi dengan singkat dan jelas.

Tak terasa waktu sudah berjalan 3 jam, dan tugas kentung sudah hampir selesai. Namun hanya bagian kesimpulan saja yang belum. Tetapi Anggi tidak mau membantu, Ia menyuruh Kentung untuk menyimpulkan sendiri dari hasil pembahasan Anggi yang telah ia jelaskan.

"Wah.. Nggak kerasa ya tugasku sudah hampir selesai. Tinggal 1 halaman lagi bagian kesimpulan.. Dan tugasku selesai.. Alhamdulillah.", kata Kentung.
"Iya Zak, tapi bagian kesimpulannya kamu buat sendiri yaa, aku sengaja tidak membantu biar kamu bisa menyimpulkan sendiri dari hasil belajar bareng kita tadi. Mungkin kamu bisa membuatnya di rumah, besok kalau sudah selesai baru kamu kesini dan memberi penjelasan sedikit kepadaku. Gimana? Karena sekarang sudah jam 16.00, aku harus membantu Ibuku di dapur", terang Anggi sambil tersenyum.
"Ah, tidak apa-apa kok Nggi. Aku sudah banyak merepotkanmu. Jadi biarlah aku menyimpulkannya sendiri. Yaudah kalau begitu makasih banyak ya Nggi kamu sudah mau membantuku. Aku permisi pamit pulang.. Assalamu’alaikum..", jawab Kentung dengan semangat.
"Iya sama-sama kok Zak, dengan senang hati. Wa’alaikumsalam.. Hati-hati dijalan Zak", lanjut Anggi.

Malam hari, di meja belajar Kentung. Tampak ia sedang mengerjakan kesimpulan dari pembelajaran siang tadi. Sambil berfikir tentang tugasnya, di lain sisi terlintas dipikirannya sosok Anggi yang cantik dan baik itu.

"Kok aku kalau dekat dia merasa nyaman yaa.. Apalagi kalau belajar tentang kebudayaan dengan dia tadi. Aku yang nakal aja bisa mendadak jadi baik dan sopan kalau di dekat dia. Apa ini cinta? Apa aku terus terang saja mengatakan kepadanya kalau aku...?", (Kentung berbicara di dalam hati seolah sedang berfikir).
"Ah sudahlah.. Apa dayaku yang tidak pantas buat dia. Hmm, aku punya ide. Bagaimana kalau besok kukatakan kepadanya kesimpulan pembelajaran tadi dengan dipadukan perasaanku ini? Yaa! Ide bagus, akan kucoba ", (Lanjut Kentung berkhayal kembali sambil menyusun kesimpulannya).

Keesokan harinya, di jam yang sama seperti kemarin, Kentung kembali datang ke rumah Anggi untuk memberikan kesimpulan tugasnya yang sudah ia buat tadi malam.

"Assalamu’alaikum, Anggi..", salam Kentung.
"Wa’alaikumsalam, eh Zaki.. Gimana sudah selesai belum kesimpulannya?", tanya Anggi.
"Sudah dong.. Kamu mau dengar aku membacakannya?" , jawab Kentung dengan tersenyum.
"Boleh.. ", lanjut Anggi.
"Jadi, aku mengambil kesimpulan ini dari pendapat Bapak Ki Hajar Dewantara yang menjelaskan bahwa kebudayaan itu berarti buah budi manusia, maksudnya adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Contohnya Silat yang kamu telah jelaskan kemarin", jawab Kentung dengan singkat, padat dan jelas.
"Wah.. Bagus Zak kesimpulannya. Aku suka dengan pendapat beliau itu. Jadi menurutku tujuan inti dari kebudayaan itu sendiri yaitu menciptakan kebahagiaan yang tertib dan damai", pungkas Anggi.
"Iya kamu benar Nggi.. Aku bisa merasakannya sendiri kok. Dimulai dari hukuman guruku untuk membuat laporan tentang kebudayaan, lalu belajar denganmu apa itu kebudayaan, sampai akhirnya aku bisa merasakan bahwa dengan kebudayaan itu aku bisa menjadi tertib dan damai. Apalagi waktu aku di dekatmu saat kita belajar bersama sambil bercanda tawa. Aku yang dulu nakalpun sekarang mencoba untuk berubah dan menanam pada diriku bahwa aku harus selalu ingat dengan kebudayaan, karena dengan kebudayaan itu, dengan sendirinya perlahan akan menjadi suatu kebiasaan, tentunya kebudayaan yang positif."
"Tunggu deh.. Di dekatku? Maksudmu? Aku tidak mengerti" , tanya Anggi dengan penasaran.
"Iyaa nggi, aku seakan berubah menjadi orang yang baik dan ingin terus menjadi orang yang baik saat di dekatmu yang memiliki wawasan luas tentang budaya. Apa mungkin ini yang dinamakan cinta? Dari situ aku mengetahui bahwa kebudayaan mencerminkan sopan santun seseorang. ", terang Kentung sambil mencuri sedikit perhatian.
 "Cinta? Jadi kamu berubah gara-gara cinta? Aku tidak mengajari tentang arti cinta, melainkan aku hanya mengajari arti kebudayaan. Jadi kamu berubah gara-gara cinta tau budaya?, tanya Anggi dengan jutek.
"Gara-gara dua-duanya Nggi.. Hehe. Kalau cinta, aku bisa berubah karena memang naluriku yang masih menyukai sosok wanita. Kalau budaya, aku bisa berubah karena dari kebudayaan aku bisa belajar banyak mulai dari norma, sopan santun, dan lainnya. Jadi aku bisa berubah karena kamu dan kecerdasanmu yang membuatku kagum. ", jawab Kentung.
"Aku Cuma mau 1 jawaban, bukan 2. Gara-gara cinta atau budaya kamu dapat berubah menjadi lebih baik? ", tanya Anggi lagi untuk kedua kalinya.
"Hmm.... ", (Kentung berfikir keras untuk memilih 1 jawaban)
"Baiklah.. Aku berubah karena cinta. Mengapa? Karena segala sesuatu membutuhkan kecintaan terlebih dahulu, kalau kita tidak cinta, mana bisa kita menyukainya. Sama halnya dengan budaya, kalau kita sudah tidak cinta dengan budaya, bagaimana kita bisa mempelajarinya dan menjalankannya. Jadi jawabanku yaitu cinta. ", jawab Kentung dengan penuh jiwa bijaksana.
"Gitu doong.. Aku kan cuma butuh 1 jawaban. Dan jawabanmu bagus sekali aku suka!. Aku juga cinta....... ", lanjut Anggi dengan jawaban yang membingungkan Kentung.
"Kamu cinta?? Maksudmu kamu cinta ...?? , jawab Kentung yang tidak peka.
"Iyaa.. maksudku aku sependapat denganmu memilih jawaban cinta seperti yang telah kamu jelaskan panjang lebar tadi ", jawab Anggi dengan perasaan kecewa karena Kentung tidak peka terhadap jawabannya yang sengaja ia buat membingungkan.
"Oh begitu.. kirain cinta apa.. Hehe. Yaudah sekali lagi aku benar-benar berterima kasih kepadamu Nggi, kamu memang baik sekali.. Senang berkenalan denganmu" , lanjut Kentung.
"Iyaa Zak, sama-sama. Kalau ada tugas budaya ataupun tugas lain kamu bisa kesini kapan aja kok, kita bisa belajar bareng lagi.. ", jawab Anggi sambil tersenyum.
"Dengan senang hati Nggi.. Aku pasti bakalan kesini terus dehh.. Hehe. Yaudah aku pamit dulu yaa, sampai jumpa di lain waktu Nggi. Assalamu’alaikum..", salam Kentung.
"Wa’alaikumsalam..", jawab Anggi.

Sampai tibanya Kentung mengumpulkan tugas laporan yang diberikan Ibu Gurunya. Laporan kebudayaannya sangat bagus sekali. Ibu Guru dan teman-temannya tidak menyangka bahwa Kentung yang sekarang ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Ketika ditanya mengapa Ia bisa berubah seperti ini, Kentung dengan senangnya menjawab bahwa Ia bisa berubah karena Cinta. Yaitu Cinta kepada naluri dan Cinta kepada budaya.

---------------------------------------------------------------------------------

Kesimpulan

Dari cerpen di atas, banyak pesan-pesan induktif maupun deduktif yang dapat kita ambil. Berikut beberapa poin-poinnya :

1. Kebudayaan dalam bersalam dan meminta izin ketika ingin masuk ruangan saat ada seseorang yang sedang berbicara masih menjadi perhatian untuk kita semua, yaitu cuek dan masa bodo. Seharusnya sikap kita percaya diri dan lakukan apa yang menurut kita pantas untuk dilakukan, tentu kita juga harus bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

2. Budaya itu dibentuk berdasarkan unsur : Peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian hidup, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan dan agama. (Menurut C Kluckhohn, Sumber : Wikipedia)

3. Kebudayaan itu berarti buah budi manusia, maksudnya adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. (Ki Hajar Dewantara, Sumber : Wikipedia)

4. Dan yang terakhir, kesimpulan yang didapat dari cerpen penulis yaitu bahwa segala sesuatu itu membutuhkan kecintaan terlebih dahulu, kalau kita tidak cinta, mana bisa kita menyukainya. Sama halnya dengan budaya, kalau kita sudah tidak cinta dengan budaya, bagaimana kita bisa mempelajarinya dan menjalankannya.

Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf apabila ada kesamaan nama, tokoh, karakter ataupun peristiwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar