Nama : Muhammad Fahreza
NPM : 57414194
Kelas : 1IA07
Jenis Tulisan : Cerpen (Cerita Pendek)
Judul Tulisan : Perjuangan Hidup, Ibu Penjual Sayur
Tema : Manusia & Penderitaan
Di sebuah desa
terpencil, tinggalah seorang ibu dan putrinya di rumah yang sangat tidak layak
untuk di tempati. Mereka menjalani hidup bersama-sama membanting tulang demi
bertahan hidup melewati kerasnya kehidupan. Putrinya yang masih berusia 10
tahun terpaksa ikut membanting tulang bersama ibunya demi mendapatkan uang.
Namun apalah daya,
penderitaan mereka bertambah setelah ayahnya meninggal dunia sejak 3 tahun yang
lalu. Dalam kesehariannya, ibu dan anak itu memperoleh secercah uang hanya dari
menjual sayur-sayuran yang mereka peroleh dari kios pasar untuk dijualkan.
Jumlahnya pun tak seberapa, paling jika semua sayur tersebut habis terjual,
totalnya mereka hanya mendapatkan Rp20.000 saja. Itupun belum merupakan pendapatan
mereka, karena Rp15.000 dari total sayur yang habis terjual itu merupakan
setoran bersih yang harus diberikan kepada pemilik kios yang bersedia
mendistribusikan dagangan mereka kepada orang-orang yang ingin menjualkannya ke
rumah-rumah.
Jadi sisanya ialah
pendapatan mereka dari hasil menjual sayur-sayur tersebut. Yang benar saja
dalam sehari mereka hanya mendapatkan Rp5.000 ? Ya, memang benar adanya. Mereka
adalah Suratmi(ibu) dan Anis(anaknya) yang sangat ikhlas menerima kenyataan
hidup yang telah mereka jalani selama 3 tahun.
Alkisah
suatu hari di dalam pasar, terjadilah percakapan antara ibu Suratmi dengan
pemilik kios saat hendak mengambil sayur-sayuran di kios yang biasa mereka
ambil untuk dijualkan.
“Permisi bu, adakah
stok sayur-sayuran yang tersedia untuk kami jualkan hari ini ?”, tanya ibu
Suratmi bersama putrinya kepada ibu Ratna(pemilik kos).
“Oh ada kok bu. Ibu
bisa ambil di samping meja itu. Ibu dapat langsung masukkan ke keranjang untuk
segera dijualkan.”, jawab ibu Ratna selaku pemilik kios sayur-sayuran di pasar
sambil menunjuk ke arah meja.
“Terima kasih bu.
Saya ambil ya sayur-sayuran ini. Untuk itu saya mohon izin untuk segera
menjualkannya. Yuk nak..”, balas ibu Suratmi sambil menuntun anaknya keluar.
“Alhamdulillah nak,
hari ini kita bisa bekerja. Karena persediaan sayur masih banyak.”, kata ibu
Suratmi sambil melihat ke arah anaknya.
Alkisah
di perumahan desa tampak ibu Suratmi dan anaknya sedang berkeliling menjualkan
dagangannya.
“Sayur... sayur..
sayur. Bu sayurannya bu ? Masih segar-segar bu”, teriak ibu Suratmi menawarkan
dagangannya.
“Bu, belum ada yang
beli ya ? Anis haus bu..”, terang anaknya.
“Belum nak, kamu
yang sabar ya. Ibu tidak punya uang. Mungkin sebentar lagi ada yang membeli.
Ibu usahakan untuk berteriak sedikit lebih keras lagi ya nak, mungkin
orang-orang kurang mendengarnya.”, jawab ibu sambil tersenyum.
Alkisah
diceritakan. Setelah berkeliling selama 20 menit, tak lama kemudian ada
seseorang yang ingin membeli dagangannya.
“Sayur...”, panggil
seorang ibu yang sedang bersama anaknya ke arah ibu Suratmi untuk membeli
dagangannya.
“Oh iya bu boleh..”,
jawab ibu Suratmi sambil menuju ke arah pembeli itu bersama Anis.
“Ada tomat bu ?”,
tanya pembeli.
“Oh ada bu. Tapi
hanya ada 3 buah saja.”, jawab ibu Suratmi.
“Oh tidak apa-apa
bu. Saya beli semua tomatnya ya. Harga 1 buahnya berapa ya bu ?”, tanya pembeli
kembali.
“Rp2000 bu”, jawab
ibu Suratmi.
“Ga kurang bu?
Rp1500 deh. Tomatnya juga sudah kurang bagus bu.”, lanjut pembeli.
“Baiklah bu tidak
apa-apa. Daripada dagangan saya tidak ada yang membeli sama sekali.”, jawab ibu
Suratmi sambil membungkus tomat tersebut.
“Makasih ya bu, ini
uangnya.”, lanjut pembeli sambil memberikan uangnya Rp5000.
“Ini bu
kembaliannya..”, lanjut ibu Suratmi sambil ingin memberikan kembalian Rp500.
“Tidak usah bu,
tidak apa-apa. Kembaliannya untuk ibu saja.”, kata pembeli dengan rasa iba.
“Terima kasih
banyak ya bu.”, jawab ibu Suratmi dengan senang.
Alkisah,
setelah itu ibu Suratmi dan putrinya kembali berjualan. Singkat cerita, sampai
pukul 4 sore dagangan pun belum terjual semua. Karena anaknya sudah sangat
haus, akhirnya ia dan anaknya bergegas kembali ke kios pasar untuk memberikan
setoran hasil penjualannya hari itu.
“Permisi bu, saya
ingin memberikan hasil penjualan dagangan hari ini. Ini bu..”, kata ibu Suratmi
kepada pemilik kios sambil menyerahkan uang Rp5000.
“Cuma Rp5000 ya ?
Baiklah tidak apa-apa. Rezeki kan memang sudah ada yang mengaturnya. 25% dari
Rp5000 ini merupakan pendapatanmu. Jadi hari ini kamu dapat Rp1250. Ini terima
uangnya..”, terang ibu kios sambil menyerahkan uang Rp1250 untuk ibu Suratmi.
“Alhamdulillah..
Terima kasih bu.”, jawab ibu Suratmi dengan rasa syukur serta sedikit bersedih.
“Yuk nak, kita
pulang.”, kata Ibu kepada putrinya.
Singkat cerita. Selepas
di rumah, Anis dan ibunya akhirnya dapat melepas dahaganya. Beberapa saat
kemudian, Anis berkata kepada ibunya bahwa ia sangatlah lapar. Oleh karena itu,
ibunya segera bergegas keluar mencari makanan walau uang yang ia miliki hanya
Rp1250 dari penghasilan tadi. Ia tidak menghiraukannya, yang terpenting adalah
ia bisa mendapatkan makanan untuk anaknya. Ibunya pun akhirnya kembali ke rumah
dengan hanya membawa 1 bungkus roti yang ia beli di warung seharga Rp1000. Ia
terpaksa hanya membeli roti karena ia tidak mendapat pinjaman uang.
Tiba-tiba terdengar
suara jeritan kesakitan. Ternyata jeritan tersebut datangnya dari putrinya. Rupanya
putrinya tersebut merasakan perutnya sakit karena tidak bisa menahan rasa lapar
seharian. Akhirnya ibu memberikan 1 bungkus roti tersebut kepada putrinya.
“Ini nak, makanlah.
Mudah-mudahan rasa laparmu bisa segera hilang.”, kata ibu kepada putrinya.
“Ini buat Anis bu ?
Lalu ibu makan apa ? Ibu kan juga belum makan seharian.”, jawab Anis.
“Ibu tadi saat di
luar sudah makan nak, jadi kamu habiskan saja ya rotinya.”, jawab ibu dengan
sengaja berbohong karena tidak ingin melihat putrinya bersedih.
“Tapi wajah ibu kok
pucat ? Pasti ibu berbohong ya ? Ini kita bagi berdua aja bu, setengahnya untuk
ibu, setengahnya lagi untuk Anis, ibu makan ya.”, tegas Anis dengan penuh rasa
tegar.
“(Ibu memeluk Anis
sambil nangis). Maafkan ibu ya nak. Ibu belum bisa menjadi sosok yang baik
untukmu. Ibu cuma pedagang sayur, ibu tidak bisa menyekolahkanmu, ibu tidak
bisa membelikanmu makanan yang mencukupi, ibu memang hanya bisa mendatangkan
penderitaan saja untukmu. Maafkan ibu ya nak.”
“Ibu kok berkata
seperti itu ? Penderitaan ibu juga penderitaan Anis kok. Memang mau bagaimana
lagi bu, takdir hidup kita memang seperti ini. Jadikan derita sebagai cerita bu,
niscaya pelita kan berkata. Itulah pepatah yang dapat Anis berikan untuk Ibu. Mungkin
yang dapat merubah semua ini cuma Anis bu. Anis harus bisa mendapat ilmu dari
sumber mana saja walau Anis tidak bersekolah. Itulah cita-cita Anis yang saat
ini harus bisa Anis wujudkan bu.” , tegas Anis dengan nada memotivasi.
“(Tangisan ibu
semakin dalam sambil memeluk erat putrinya). Kamu memang anak ibu yang baik
nak, ibu bangga padamu. Ibu berjanji ibu akan selalu berjuang paling tidak
sedikit mengurangi penderitaan ini. Terutama ibu akan mengumpulkan uang untuk
menyekolahkanmu, walau itu pasti sangat lama. Tetapi itulah yang harus ibu
lakukan untukmu.”
Singkat cerita.
Keesokan harinya, ibu dan Anis pun kembali melakukan rutinitas sehari-harinya
dengan berjualan sayur. Setiap hari penghasilannya pun tidak menentu. Terkadang
dagangannya habis terjual semua dan sebaliknya dagangannya pun juga kadang
tidak ada yang membelinya. Setiap harinya, penghasilannya hanya cukup untuk
makan dan minum yang sangat serba pas-pasan. Tetapi semua itu dijalani dengan
penuh keikhlasan, tanpa ada rasa mengeluh sedikitpun. Sang ibu yakin bahwa
suatu saat nanti ia pasti bisa menyekolahkan anaknya.
---------------------------------------------------------------------------------
Kesimpulan
Dari cerpen di atas, dapat kita ambil kesimpulan yaitu :
- Andai penderitaan itu sedang datang, teruslah berusaha untuk berjuang sesuai keadaan yang kita miliki agar dapat mengurangi penderitaan tersebut walaupun sedikit.
- Lakukan segala sesuatu secara halal, walau derita sedang bersama kita. Seperti berjualan.
- Bersabarlah dan teruslah bersyukur terhadap rezeki berapapun yang kita dapatkan.
- Jadikan derita sebagai cerita, niscaya pelita kan berkata. Maksudnya jika kita sedang mengalami penderitaan, janganlah mengeluh. Niscaya jalan atau kemudahan akan menghampiri kita.
Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf apabila ada kesamaan nama, tokoh, karakter ataupun peristiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar